Articles by "Artikel Islam"

oleh: Setiadi R. Saleh, S.Sos
MEMPERHATIKAN  aktivitas gaya hidup serta pola makan manusia dari hari ke hari semakin mengerikan saja. Manusia menjadi makhluk pemakan segala hewan, sungguh keji!
Ada yang memakan otak monyet, sebelumnya monyet dibiarkan berlari-lari berloncatan di atas pemanggang panas yang bulat datar. Monyet kecil itu dibiarkan tegang kepanasan, ia berkelojotan, melonjak-lonjak sampai darahnya naik ke otak dan kemudian mati.
Ada pula yang mengonsumsi babi dengan cara ditusukkan dari liang lubang dubur sampai ke mulut. Babi dewasa tidak dipotong atau disembelih karena babi tidak memiliki leher pembuluh sebagaimana hewan ternak selembihan pada umumnya. Tidak cukup demikian, manusia memakan “babi susu,” yakni babi kecil alias bayi babi yang belum lagi cukup umur.
Kemudian ada yang memakan katak dengan cara lehernya dipotong setengahnya saja tidak dipenggal sampai putus. Lalu sebilah bambu yang telah diruncingkan ditusukkan tepat di saraf katak sampai ia tersentak mati meregang.

Ada pula yang mengonsumsi kucing, kura-kura, kuda, jangkrik, kelelawar, musang, hati harimau, paus, lumba-lumba, ular, biawak, ulat, cacing, kadal, lipan, kalajengking, cicak, tikus, janin bayi [sup plasenta], kotoran sapi, darah beku [marus], sup darah bebek, ekor babi, lebah madu, belalang, semut, iguana. Benarkah semua itu ataukah hoax berita bohong belaka. Tidak, itu benar adanya!
Sebagian manusia sudah tega memakan sembarang hewan [binatang] dengan pelbagai alasan dan tujuan, baik untuk tujuan kesehatan maupun alasan yang dibuat-dibuat seperti mengonsumsi “babi susu” yang katanya menambah stamina dan bikin awet muda. Bahkan kita pun sudah melihat ada manusia kanibal bernama Sumanto, pemangsa sesama manusia. Sumanto bukan satu-satunya manusia kanibal di bumi yang kita diami sekarang ini.
Sedangkan manusia yang suka memakan daging anjing.  Terlebih dahulu anjing hidup dimasukkan ke dalam karung [goni], lalu dipukuli sampai mati. Alasannya supaya darah anjing yang mati mengental lebih enak dan lezat. Lebih tega dan menyedihkan lagi ada sebuah program televisi yang menyuguhkan tayangan “extreme kuliner.” Ini secara tidak langsung adalah bentuk dukungan sekaligus mendorong orang lain berbuat hal yang sama yakni ingin mencoba dan coba-coba.
Tradisi memakan makanan yang bagi sebagian orang terkesan “jijik” seram dan tidak mengundang faedah. Pada sebagian orang lagi barangkali berfaedah sesuai tradisi turun-temurun. Tidak ada pula maksud untuk menyinggung golongan tertentu. Melainkan memandang dari sisi manusianya saja. Haruskah manusia menghabisi seluruh makhluk hidup yang bernyawa terutama hewan yang lahir melalui rahim? Apa hewan yang lahir melalui rahim tersebut? Sebagian hewan ada yang seperti manusia. Lahir melalui jalan rahim bukan menetas dari telur. Sama-sama mengandung sebagaimana manusia mengandung seperti monyet, babi, kuda, sapi, lembu, dan seterusnya.

Hakikat Makan

Hakikat makan adalah menyerap energi. Makanan yang cocok ke tubuh akan diserap dengan baik oleh tubuh. Sesuai pengajaran Nabi Muhammad saw. “Makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang. 1/3 makanan, 1/3 air, dan 1/3 lagi untuk oksigen. Dan makanlah makanan yang baik lagi menyehatkan bagimu.
Sementara dalam falsafah Master Cheng Yen, Pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi terdapat prinsip “kenyang cukup 80%, dan 20% untuk sumbangsih.”
Mengapa orang yang berpostur tubuh, tingginya sama, berat badannya sama, usianya sama, pola makannya berbeda? Semua karena kebiasaan [habit] dan selera. Jadi, suatu makanan pun dapat mengundang selera sehingga menyebabkan makan jadi berlebihan. Setiap orang akan berbeda di dalam memperlakukan makanan.
Perhatikan bagaimana terkadang ada orangtua yang masih semangat bekerja sekalipun makannya sedikit. Sementara orang muda yang makannya banyak, lebih banyak mengkhayalnya ketimbang bekerjanya. Tentu tidak selalu demikian keadaannya. Prinsip yang selalu kita ingat adalah makan untuk hidup bukan hidup untuk makan.

Anjuran Vegetarian

Peminat dan pelaku vegetarian semakin hari semakin bertambah. Di kota-kota besar kaum vegetarian tidak lagi kesulitan mencari rumah makan yang khusus berbahan sayuran. Mereka yang memilih cara hidup vegetarian pada mulanya lebih kepada dorongan kesehatan dan kepedulian terhadap hewan, khususnya hewan ternak yang diperlakukan secara tidak manusiawi-hewani.
Sebagian hewan ternak dipaksa untuk cepat bertelur setiap hari dengan diberi pakan kimiawi, lalu ada pula sapi disuntikkan dan dimasukkan air serta banyak lagi kasus-kasus yang sungguh menyedihkan. Sekalipun Allah SWT sudah menciptakan hewan untuk dikonsumsi manusia. Allah juga memperingatkan agar memperlakukan secara baik hewan tersebut.
Allah SWT berkata:

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلاَّ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم مَّا فَرَّطْنَا فِي الكِتَابِ مِن شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” [QS Al-An’am (6):38]

Dalam ayat lain disebutkan;

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ

“Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.” [QS An-Nur (24):41]
Karena alasan inilah sebagian kaum vegetarian lebih memilih memakan tumbuhan daripada hewan. Sering juga kita mendengar mereka yang vegetarian lebih sehat. Pendapat ini tidak selalu benar. Sebab, intinya adalah jangan berlebihan di dalam mengonsumsi sesuatu dan hiduplah dalam pola yang seimbang.
Berdasarkan kumpulan catatan sebagaimana yang sudah sering ditulis tipe vegetarian antara lain:
Vegan, sama sekali tidak makan daging merah dan putih, termasuk ikan dan produk turunan olahannya seperti keju, susu, keju, minyak dan seterusnya. Tidak ada keterangan pasti apakah kaum vegan ini tidak menggunakan sabun mandi, dan lain sebagainya. Pendek kata, semua yang terbuat dari hewan dan olahan ditolak.
Lacto Vegetarian, tidak mengonsumsi daging merah, daging putih, telur. Tetapi mengonsumsi susu.
Lacto Ovo Vegetarian, tidak makan semua jenis daging dan masih makan telur dan minum susu.
Pesca Vegetarian, tidak makan daging merah dan masih mengonsumsi telur, susu dan ikan.
Flexitarian, sesekali makan daging dan produk olahannya.
Frutarian, khusus mengonsumsi buah-buahan, biji-bijian seperti kacang-kacangan yang kaya vitamin E yang terdapat pada kacang kedelai yang berguna untuk kecantikan kulit.
Raw Foodist, mengonsumsi makanan mentah karena beranggapan bahan makanan yang dimasak sudah tidak alami dan merusak makanan itu sendiri.

Mari kita cerna sedikit istilah “vegetarian” berasal dari "vegetas" yang bermakna “sehat dan segar.”  Dalam kamus Bahasa Inggris Oxford, vegetarian adalah orang yang berpantang dari makanan hewani.

Tulisan ini tidak bermaksud ditujukan untuk suatu kaum/agama tertentu. Kita tidak dapat mengatakan agama Buddha penganut vegetarian. Orang yang beragama Nasrani ada yang bervegetarian, orang Muslim pun ada yang bergevetarian. Bahkan orang miskin pun ada yang “flexitarian” sesekali makan daging dan produk olahannya. Jadi, bukan karena kepercayaan atau iman yang menyebabkan vegetarian melainkan faktor ekonomi.
Sudah terlanjur ada pandangan bahwa orang vegetarian adalah orang baik. Benarkah demikian? Sebaliknya orang yang non-vegetarian dianggap agresif dan permissif. Karena untuk menjadi orang baik bukan karena kelahiran ataupun karena makanan melainkan karena latihan, melatih diri.
Apakah orang Islam boleh menjadi vegetarian? Boleh. Landasannya apa? Bisa karena alasan kesehatan, bisa pula karena alasan memang ia tidak cocok makan daging sekalipun daging adalah sesuatu yang sangat dihalalkan. Semisal ada orang yang tidak bisa makan nenas, nangka, durian karena alasan kesehatan. Padahal nangka,  nenas, durian [king of fruits] adalah selain enak juga dibolehkan/halal. Jadi, tidak serta-merta orang Muslim yang bervegetarian dianggap “sesat” telah menyimpang dari ketentuan agama. Begitulah kira-kira gambaran seseorang yang memilih bervegetarian.
Tentu ada lagi alasan-alasan lainnya seperti ingin ikut melestarikan bumi karena misalnya beranggapan satu di antara sekian banyak terjadinya penggundulan hutan dan penebangan pohon karena dibukanya lahan baru untuk peternakan [farm].
Islam hanya melarang makan daging yang disembelih bukan atas nama Allah dan binatang yang dicekik, dipukul, jatuh, ditanduk, binatang yang telah dimakan binatang buas, dan binatang persembahan untuk berhala.
Ada juga anggapan dan sudah terlanjur keliru bahwa orang yang tidak suka makan daging dianggap aneh dan tidak biasa sekalipun itu dihalalkan. Bagaimana dengan orang yang tidak makan jenis tumbuhan/tanaman/sayur tertentu.
Apakah dapat dipandang aneh orang yang tidak suka makan salad, padahal salad isinya sayur semua. Sebuah campuran salad besar umumnya tersusun dari bahan: daun bayam segar mentah, tomat, wortel, mentimun, bawang merah, bawang putih segar, biji bunga matahari, biji wijen, biji labu, biji rami, kacang pinus sedikit panggang, saus minyak zaitun organik, cuka, lezat!
Allah SWT berkata:
وَهُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِراً نُّخْرِجُ مِنْهُ حَبّاً مُّتَرَاكِباً وَمِنَ النَّخْلِ مِن طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِّنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهاً وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انظُرُواْ إِلِى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.” [QS Al-An’am (6):99].

Saat ini hampir setiap hari setidaknya kita memiliki pola makan daging. Sebagai seorang Muslim yang telah memilih untuk menjadi seorang vegetarian mungkin akan menghadapi pertanyaan yang membingungkan karena sebelumnya tidak ada ulama yang memperkenalkan konsep vegetarian. Kalau soal bagaimana Islam harus memenuhi hak-hak binatang [hewan], kesehatan dan kesejahteraan hewan itu jelas disebutkan dalam Al-Quran dan sejumlah hadits.

Karena itu, apabila ada saudara-saudara kita yang Muslim menganut pola hidup vegetarian lalu kita respons negatif.  Seakan memilih tidak makan daging disamakan dengan 'haram' [terlarang]. Tentu hal ini tidak baik dan keliru juga. Hal ini sama jika ada pertanyakan apakah bisa kita mengharamkan semua sayuran dan buah-buahan yang kita tidak pernah makan dan tidak suka memakannya?*
Penulis pemerhati masalah kesehatan

Oleh: Reza Ageung
“Jika hendak mengenal orang berbangsa
lihat kepada budi dan bahasa”

(gurindam Raja Ali Haji)

DALAM konteks nation building, bahasa memainkan peran yang amat penting di samping faktor kesatuan geografis dan ras/etnik. Misalnya, China yang terbentuk atas dataran yang luas itu disatukan oleh bahasa mandarin. Mustafa Kemal, ketika ia memulai upaya menegaskan identitas nasional bangsa Turki, mengganti bahasa Arab dengan bahasa Turki dan betul-betul men-turki-kan penggunaan bahasa. Bahkan secara ekstrem ia melarang azan dalam bahasa Arab, bahasa yang membuat setiap bangsa muslim penggunanya merasa menjadi bagian dari nation Arab walaupun sebenarnya bukan orang Arab. Demikian pula, dalam rangka membentuk nasionalisme Indonesia, ditegaskanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada momen Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia menjadi semacam prasyarat bagi keanggotaan nation Indonesia.

Dengan ditegaskannya bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa persatuan, maka ruang lingkup nation indonesia mencakup setiap wilayah yang memakai atau familiar dengan bahasa Melayu  sebagai bahasa pengantar (lingua franca) di samping bahasa ibunya. Secara kebetulan, pengguna bahasa tersebut berada para teritori yang persis sama dengan teritori Hindia Belanda sepanjang masa kolonialisme. Maka, ketika Indonesia merdeka dan terbentuk nation Indonesia berdasarkan anasir-anasir yang disepakati dalam Sumpah Pemuda, negara republik baru lahir mewarisi persis bekas batas-batas administrasi Hindia Belanda.
Namun ada kontradiksi-kontradiksi yang entah disadari atau tidak, lahir dalam penggunaan bahasa Indonesia ini. Bahasa Indonesia adalah adaptasi bahasa Melayu, maka boleh dikatakan bahwa bangsa Indonesia ini menggunakan bahasa Melayu. Bahkan, nama Melayu itu sendiri lebih dulu lahir daripada nama Indonesia, dengan demikian menamakan bahasa ini dengan bahasa Melayu tentu lebih genuin, merujuk kepada rumpun bangsa Melayu. Bangsa Melayu bukan saja orang Indonesia, melainkan tentu saja bangsa tetangga, Malaysia dan bahkan, menurut Prof. Dr. Datuk Zainal Kling, mencakup pula Mindanao-Luzon dan Champa.
Dengan logika tersebut, seharusnya nation yang lahir adalah nation Melayu dan ruang cakupannya bukanlah orang Indonesia semata melainkan juga bangsa-bangsa lain pengguna bahasa ini, setidaknya Malaysia. Namun, fakta yang terjadi ada perbedaan dan bahkan  menjurus kepada konfrontasi antar dua entitas yang seharusnya satu bangsa itu.
Konflik yang termasuk paling awal adalah ketika pada tahun 1961 Presiden Sokarno menentang keras pembentukan Federasi Malaysia oleh Inggris yang memasukkan Kalimantan Utara sebagai bagian wilayahnya. Tahun 1963, sang Penyambung Lidah Rakyat itu pun mengumandangkan seruan masyhurnya “ganyang Malaysia”.  Tahun 1969, pemerintah Indonesia menolak tegas klaim Malaysia atas pulau Simpadan, Ligitan dan Batu Puteh.
Sengketa Blok Ambalat berawal pada tahun 1979 dan sempat memanas pada tahun 2005 yang lalu. Di tahun-tahun belakangan, gesekan antara dua negara serumpun itu berkisar pada isu perlakuan TKI/TKW dan klaim kesenian daerah.
Meskipun tidak pernah berujung pada perang frontal, berulangnya konflik antara dua bangsa itu menunjukkan adanya perbedaan yang lebih disebabkan oleh batas geopolitis dibandingkan perbedaan bahasa, sejarah dan agama. Justru dalam ketiga faktor terakhir itu kedua bangsa menemui kesamaan yang hampir identik : bahasa melayu, sejarah kesultanan Islam dan agama Islam. Adapun batas geopolitis adalah warisan penjahahan yang tercipta akibat Melayu dipecah oleh dua kolonialis: Belanda di Indonesia dan Inggris di Malaysia. Dengan kata lain, adanya entitas “Bangsa Indonesia” dan “Bangsa Malaysia” tidak lain adalah warisan penjajah.
Bahasa Melayu dan Islam
Kontradiksi kedua dalam penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah penyelewengan terhadap kandungan genuin bahasa tersebut. Penggunaan Bahasa Melayu kini tidak lagi terasa sebagai penggunaan bahasa Islam, bahkan sastra-sastra Melayu (dan Indonesia) hari ini sangat langka berakar pada nilai sastsra dan budaya Islam. Apalagi, dengan penetrasi westernisasi yang masif, Bahasa Melayu/Indonesia kini dalam konteks ilmu pengetahuan menjadi berfungsi tidak ubahnya sekedar translator bagi bahasa asing yang membawa nilai-nilai Barat yang berakar dari worldview Barat. Bahasa Melayu seharusnya menjadi cermin dan mempengaruhi alam pikiran penggunanya menjadi beralam-pikir Islam, namun alam pikiran umum orang Indonesia tidaklah berdasar worldview Islam.
Mungkin pembaca bertanya-tanya: mengapa dapat disimpulkan ada kontradiksi sebagaimana dijelaskan di atas Memangnya Bahasa Melayu itu ada kaitannya dengan agama Islam? Dengan penuh rasa hormat, penulis menyayangkan keterlupaan kita, Bangsa Melayu, akan sejarah besar bangsa Islam ini.
Sejak abad ke-12, di Melayu berjaya Kesultanan Pasai yang perlahan menggerogoti kedigdayaan Sriwijaya, pendahulu tahta Melayu dari kalangan Budha. Kesultanan ini beradaulat di jalur perdagangan yang termasuk paling penting di dunia. Bahkan, menurut Syed Naquib al-Attas dan beberapa sejarawan lain, Islam sudah masuk ke Indonesia pada masa Khulafaur-Rasyidin pada abad ke-7 lewat tangan dan lisan para ‘misionaris Islam’ yang handal. Dengan demikian, proses Islamisasi Nusantara—yaitu tanah dan air Melayu—berjalan secara sistematis.
Tidak dapat dipungkiri bahwa proses Islamisasi akan juga merambah aspek bahasa. Maka, al-Attas sangat meyakini adanya islamisasi bahasa Melayu sejak berabad lampau seiring islamisasi budaya Melayu. Dalam bukunya “Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu”, al-Attas menulis;
“Salah satu kejadian baru yang terpenting mengenai kebudayaan, yang dengan secara langsung digerakkan oleh proses sejarah kebudayaan Islam adalah penyebaran bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, bukan sahaja dalam kesusasteraan epik dan roman, akan tetapi –lebih penting– dalam pembicaraan falsafah. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kesusasteraan falsafah Islam di kepulauan Melayu-Indonesia menambah serta meninggikan perbendaharaan katanya dan istilah-istilah khususnya dan merupakan salah satu faktor terutama yang menjunjungnya ke peringkat bahasa sastera yang bersifat rasional, yang akhirnya berdaya serta sanggup menggulingkan kedaulatan bahasa Jawa sebagai bahasa sastera Melayu-Indonesia.”
Itulah sebabnya Bahasa Melayu mengandung banyak kosakata serapan dari Bahasa Arab. Bahkan, oleh Direktur Pendidikan Tinggi Islam Departemen Agama RI (2009), Machasin, mengatakan, Bahasa Melayu disejajarkan dengan Urdu dan Turki dalam hal banyaknya keterpengaruhan Bahasa Arab, yaitu kisaran 40%-60% dari seluruh kosakata. Ini terlihat dari penggunaan bahasa ini dalam sastra-sastra dan karya tulis di abad-abad kejayaan Islam Melayu. Masih menurut al-Attas, para sastrawan dan penulis Islam-Melayu handal pada masa itulah yang menjadi pelopor kesusastraan Melayu, seperti Hamzah Fansuri, Abdul Rauf Singkel, Syamsuddin Pasai dan Nuruddin ar-Raniry. Nama terakhir adalah ulama penasehat kesultanan Aceh pada masa Sultan Iskandar II, penulis kitab Bustan as-Salatin.
Selain maraknya karya tulis dan sastra bernapaskan Islam, juga berkembang jenis huruf baru, yaitu huruf Melayu-Arab yang menggantikan dominasi huruf palawa-sansekerta pada bahasa Melayu.
Kini rasa Islam pada bahasa Melayu hampir hilang, menunjukkan adanya sekularisasi bahasa melayu dan tergantikannya secara radikal worldview Islam—yang mana bahasa melayu menjadi pengantarnya semula—dengan worldview Barat dalam asas bahasa ini. Tentu saja, sekularisasi ini tidak lepas dari pengaruh kolonialisme yang sekian lama di tanah Melayu, di samping faktor internal umat Islam sendiri yang perlahan melemah kadar kepahamannya akan agama.
Mengislamkan Kembali Bahasa Melayu
Karena bahasa adalah pembentuk alam pikiran, anasir peradaban dan menjadi pengantar sampainya gagasan-gagasan, maka Islamisasi kembali bahasa Melayu sangat diperlukan dalam rangka membangun kembali peradaban Islam. Namun, dalam upaya tersebut, dua pertanyaan mestilah dijawab oleh para intelektual muslim yang hendak berjuang di front tersebut :
Pertama, dari mana kita memulai Islamisasi bahasa melayu tersebut? Apakah dari penulisan kembali atau re-sosialisasi karya-karya sastrawan Melayu-Islam tempo dulu, atau menggalakkan kembali penulisan “sastra Islam”, ataukah perlahan mengganti istilah-istilah terentu dengan istilah lain yang bermuatan Islam?
Kedua, bagaimana kita memposisikan Bahasa Melayu terhadap Bahasa Arab? Sebagaimana menjadi mafhum am kebanyakan Muslim, Bahasa Arab telah menempati posisi primer dalam Islam, karena lewat bahasa inilah al-Qur’an dan Hadits disampaikan, dan kitab-kitab ulama rujukan ditulis. Oleh karena itu, proses penyebaran Bahasa Arab ke luar non Arab selalu seiring sejalan dengan proses islamisasi, yang akhirnya memacu lahirnya karya-karya kebangkitan dalam peradaban besar Islam dari bangsa-bangsa non-arab. Maka, sebagaimana ditulis Taqiyuddin an-Nabhani, mundurnya umat Islam hari ini salah satunya diakibatkan oleh terlupakannya Bahasa Arab. Oleh karena itu, jika Bahasa Melayu hendak dijadikan kembali bahasa perekat bangsa Muslim Melayu dan sekaligus Bahasa Islam, maka posisi Bahasa Arab harus jelas. Setidaknya, ia dijadikan bahasa nomor satu atau nomor dua?
Menurut hemat penulis, pertama, islamisasi bahasa berlangsung sebagai konsekuensi logis dari penanaman worldview Islam. Dahulu kala pun Bahasa Arab bukanlah Bahasa Islam, namun penetrasi worldview yang intens lewat dakwah dan juga perombakan makna istilah-istilah Arab dalam lembaran-lembaran al-Qur’an, telah mengubah secara radikal fungsi Bahasa Arab menjadi  Bahasa Islam. Oleh karena itu, Bahasa Melayu hanya bisa dislamkan kembali lewat menguatkan worldview Islam di kalangan Bangsa Melayu-Islam dengan jalan dakwah. Hal ini berbanding lurus dengan dan dipengaruhi oleh kemajuan di front lain kebangkitan umat, seperti pendidikan, politik, dan sosial.
Kedua, Bahasa Arab mestilah menempati posisi pertama dalam pengantar Islam. Amat sulit untuk menganggap bahwa para ulama Melayu-Islam masa lalu itu tidak memahami Bahasa Arab sementara pada saat yang sama mereka menjadi faqih fi ad-diin (pakar dalam agama), dan tafaqquh fi ad-diin memerlukan pengetahuan Bahasa Arab yang memadai. Artinya, Bahasa Arab tentu dikuasi terlebih dahulu oleh para ulama itu yang datang berdakwah ke Nusantara. Dalam pada ini, posisi Bahasa Melayu dan islamisasinya dapat dipandang sebagai jembatan gagasan antara dakwah Islam dengan alam pikir orang Melayu. Maka dalam hal ini penulis menyepakati pandangan Dr Adian Husaini yang menyampaikan bahwa bahasa kedua yang harus dikuasai oleh umat Islam di negeri ini setelah Bahasa Arab adalah Bahasa Melayu, dengan menggaris bawahi kata ‘kedua’ dan ‘setelah’.
Dengan demikian, bahasa Melayu akan menjadi bahasa lokal Nusantara setelah Bahasa Arab, sebagaima Bahasa Persia di kekhalifahan Abassiyah dan Bahasa Turki di kekhalifahan Utsmaniyah.
Memetakan Masa Depan
Kembali ke suasana Sumpah Pemuda, setelah kita memahami kaitan antara Bahasa Melayu dengan Islam dan sejarah, maka arti nasionalisme kita menjadi absurd dan tidak begitu penting lagi. Apa artinya nasionalisme jika dua ‘bangsa’ yang berbahasa dan beragama sama dipaksa untuk bercerai dan berpisah dapur hanya karena garis administratif warisan kolonialis?
Nasionalisme yang absurd inilah masalah kita sebenarnya, yang membuyarkan kekuatan besar umat Islam di hadapan bangsa-bangsa asing yang sedang menjajah kita secara politik dan ekonomi, karena membuat sekat antar bangsa-bangsa Muslim. Padahal tanah air Melayu atau Nusantara ini memiliki potensi geografis, demografis dan kekayaan alam yang luar biasa.

Oleh karenanya, jika islamisasi bahasa Melayu dilakukan kembali, ditambah faktor kesatuan agama dan geografis, bukan mustahil umat Islam Melayu kembali bersatu dan digdaya sebagaimana masa kesultanan-kesultanan dahulu yang perkasa di darat dan di laut dalam mengusir kekuatan imperialisme dan kolonialisme—yang kini berubah wajah menjadi westernisasi, liberalisme dan kapitalisme.*
Penulis adalah pemerhati masalah keislaman

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,keluarga dan para sahabatnya.
Disunnahkan bagi orang menyembelih hewan kurban untuk membaca BASMALAH, TAKBIR, dan DOA AGAR DITERIMA. Hal ini sebagaimana yang tersebut dalam Shahihain, dari Qatadah dan Anas Radhiyallahu 'Anhuma,
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
"Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkurban dengan dua ekor domba jantan putih campur hitam lagi bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya sambil membaca BASAMALAH dan bertakbir dan meletakkan kaki beliau diatas leher keduanya."
Dalam lafadz Muslim dari riwayat Anas, "Dan beliau membaca:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
Dalam Shahih Muslim, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda saat menyembelih hewan kurbannya,
بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
"Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta umat Muhammad."
Imam Nawawi berkata dalam mensyarah hadits ini: Di dalamnya terdapat dalil untuk dianjurkannya seorang pengorban saat menyembelih bersamaan membaca Bismillah dan takbir  membaca Allahumma Taqabbal Minni (Ya Allah Terimalah dariku)."
Bacaan Saat Menyembelih Sendiri
Jika seseorang menyembelih sendiri hewan kurbannya yang diperuntukkan atas nama dirinya dan keluarganya untuk membaca saat menyembelih:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْ أَهْلِي
"Bismillah Wallahu Akbar, Ya Allah terimalah dariku dan keluargaku."
Atau dengan menyebut namanya sendiri:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلَانٍ وَآلِ فُلَانٍ
"Bismillah Wallahu Akbar, Ya Allah terimalah dari fulan dan keluarga fulan."
Atau membaca bacaan lainnya:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِيْ
"Bismillah Wallahu Akbar, Ya Allah ini dariku dan dari keluargaku."
Ini didasarkan kepada hadits dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: Aku menghadiri Shalat Idul Adha bersama Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam di Mushalla. Saat beliau selesai berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya. Kemudian dibawakan satu ekor domba lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyembelihnya sendiri dengan tangannya sambil membaca:
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
"Bismillah Allahu Akbar, Ini dariku dan dari umatku yang tidak berkurban." (HR. al-Tirmidzi dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi)
Terdapat redaksi dalam riwayat lain,
اَللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ
"Ya Allah, sesungguhnya ini dari-Mu dan untuk-Mu." (Irwa' al-Ghalil, no. 1138, 1152) [Lihat Al-Syarh al-Mumti', Al-'Allamah al-Utsaimin: 7/492]
Jika Menyembelihkan Kurban Orang Lain
Jika seseorang menyebelihkan kurban orang lain maka sesudah membaca Basmalah dan Takbir,
هَذَا عَنْ فُلَانٍ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلَانٍ وَآلِ فُلَانٍ
"Ini dari si fulan, Ya Allah, terimalah dari fulan dan keluarga fulan." (Dinukil dari fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin. Baca: Doa Menyembelih Hewan Qurban)
Bacaan Pokok Saat Menyembelih
Pada dasarnya bacaan yang wajib ketika menyembelih adalah membaca BASMALAH, yakni BISMILLAH atau BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM. Adapun bacaan tambahan sesudahnya adalah sunnah, bukan wajib. Dasarnya, firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. " (QS. AL-An'am: 121)
Begitu pula firman-Nya:
فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ
"Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatN" (QS. Al-An'am: 118) Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

KISAH ini diceritakan oleh Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar (pakar Geologi Muslim) tentang pengalaman seorang pemimpin Al-Hizb al-Islamy Inggris yang masuk Islam karena takjub dengan kebenaran terbelahnya bulan.

Allah berfirman: “Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah" (QS. Al-Qamar 1).

Apakah kalian akan membenarkan kisah dari ayat Al-Quran ini yang menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris?

Di bawah ini adalah kisahnya:
Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah?

Maka, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut: Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari al-Quran. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, “Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi, “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah”, mengandung mukjizat secara ilmiah?”

Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad Saw. sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana Nabi-nabi sebelumnya.

Mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi, hal itu memang benar termaktub di dalam al-Quran dan sunnah-sunnah Rasulullah Saw.

Allah ta’alaa memang benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu. Maka, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Makkah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, “Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?”
...Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka, Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan sebenar-benarnya...
Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan ? Mereka menjawab: Coba belah bulan”. Maka, Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Lalu, Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka, Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan sebenar-benarnya. Maka, serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, “Muhammad, engkau benar-benar telah menyihir kami!” Akan tetapi, para ahli mengatakan bahwa sihir memang benar bisa saja “menyihir” orang yang ada disampingnya, akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada di tempat itu. Maka, mereka pun menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Lalu, orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Makkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan.

Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Makkah, orang-orang musyrik pun bertanya, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?” Mereka menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali…”.


Akhirnya, sebagian mereka pun beriman sedangkan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya: Sungguh, telah dekat hari qiamat dan telah terbelah bulan. Ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, “Ini adalah sihir yang terus-menerus”, dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap …. (sampai akhir surat Al-Qamar).

Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb al-Islamy Inggris.

Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan?” Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati.” Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemahan al-Quran yang mulia. Aku pun berterima kasih kepadanya dan membawa terjemah itu pulang ke rumah. Ketika aku membuka-buka terjemahan al-Quran itu di rumah, surat yang pertama aku buka ternyata al-Qamar. Dan aku pun membacanya: “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah… “.

Aku pun bergumam: “Apakah kalimat ini masuk akal? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu? Maka, aku pun menghentikan pembacaan ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, Allah Maha Tahu tentang tingkat keikhlasan hamba-Nya dalam pencarian kebenaran.

suatu hari aku pun duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi di antara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besar dalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, ” Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna”. Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, “Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, tetapi justru dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.

Dan, di antara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakinya di bulan, di mana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?”

Mereka pun menjawab, “Tidak, !!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun.

Maka presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya? Mereka menjawab, “Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!! Gambar ini di foto dari pesawat ulang alik NASAPresenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Lalu, kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah kemudian bersatu kembali”.
...“Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Lalu, kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah kemudian bersatu kembali”...
Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, “Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, “Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad Saw. 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah.

Maka, aku pun berguman, “Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf al-Quran dan aku baca surat Al-Qamar, dan … saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.

Mahabenar Allah dengan segala Firman-Nya. [adrian/voa-islam.com]

Tautan Video tentang Prof. Dr. Zaghlul Al Najjar:
  1. The Scientific Precision of the Qur'a
  2. Scientific Miracles in theQur'an Prof Dr. Zaghloul el-Naggar
Catatan Redaksi :
Mengenai data terbelahnya bulan apakah fakta ataukah fiktif, para ilmuwan memang ada yang kontra dan banyak pula yang pro. Pro dan kontra ini terletak pada interpretasi terhadap gambar foto permukaan bulan yang menunjukkan kanal panjang di permukaan bulan.

Mengenai kebenaran berita tersebut, kami tidak berani berspekulasi, wallahu a'lam mana yang benar. Kami muat artikel "Mukjizat Terbelah" (Arab: Shaqq  al-Qamar, Inggris: Moon Rille) di Citizen Journalism dengan banyak pertimbangan. Antara lain, karena sebelumnya artikel tersebut --atau yang serupa dengan artikel tersebut-- sudah pernah dipublikasikan di berbagai media, antara lain:
1. Majalah Qiblati Vol. 01/ No.05-Januari 2006 dengan judul "Bulan memang Terbelah."
2. Koran Republika, Jumat, 27 Februari 2009 dengan judul "Bulan Terbelah Memang Pernah Terjadi."
3. Majalah FOKKAL terbitan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Volume 7 Nomor 1 2007, dengan judul “Benarkah Bulan Pernah Terbelah?”

Terlepas dari kontroversi tersebut, kita wajib meyakini adaya mukjizat Rasulullah yang menunjukkan bahwa bulan terbelah yang dikaitkan dengan asbabun nuzul QS 54:1-2. Bisa dibuktikan atau tidak pada zaman sekarang ini, mukjizat tersebut harus kita imani, karena ada nasnya. Sebagaimana pula dengan mu’jizat Nabi Musa AS membelah laut Merah, kita yakini benar terjadi karena disebutkan dalam kisah Nabi Musa dapat menyeberanginya, walaupun kita bidak bisa membuktikan mekanisme fisisnya.
Sumber : Cahaya Iman

Oleh Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi
Riwayat-riwayat yang terdapat di dalam buku-buku sirah (sejarah), yang mengungkapkan pembangunan dan pemeliharaan Ka’bah, walaupun sebagian riwayat-riwayat tersebut tidak otentik –jika ditinjau dari sudut periwayatannya- tetapi telah memberikan penjelasan, bahwa pembangunan Ka’bah telah dilakukan beberapa kali.

Pemaparan berikut, kami angkat dari beberapa nara sumber. Yaitu kitab as Sirah an Nabawiyah fi Dhu'il Nashadir al Ashliyah, Mahdi Riqullah, Cetakan Pertama, Tahun 1412 H, Markaz al Malik Faishal lil Buhuts wad-Dirasat al Islamiyah, halaman 51-56; al Ka'bah al Musyarafah Awalul Bait Wadhi'a lin-Nass, artikel dalam Majalah Haji, Edisi 9 dan 10 tahun 55/ Rabiul Awal dan Rabi'u Tsani 1422 H; at Tarikh Al Qawim li Makkata wa Baitullah al Karim, Muhammad Thahir al Kurdi, Cetakan Pertama, Tahun 1420H, Darul Khadir, Beirut; Fat-hul Bari Syarhu Shahihul-Bukhari, al Hafizh Ibnu Hajar, dan lain-lain.

1. Pembangunan dan pemeliharaan oleh para malaikat, sebagaimana diriwayatkan al Azraqiy. [2]

2. Pembangunan dan pemeliharaan oleh Nabi Adam, sebagaimana diriwayatkan al Baihaqiy[2], dan yang lainnya [3].

3. Pembangunan dan pemeliharaan oleh anak-anak Nabi Adam, sebagaimana diriwayatkan al Azraqiy[4] dan yang lainnya [5], dari Wahb bin Munabbih. Dan menurut as Suhailiy, yang membangun adalah Syits bin Adam [6].

4. Pembangunan dan pemeliharaan oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Isma'il.
Hal ini dijelaskan di dalam al Qur`an dan hadits-hadits. Bahkan riwayat-riwayat tersebut menjelaskan, bahwa Nabi Ibrahim dan Ismail adalah orang yang pertama mendirikan dan membangun Ka’bah, walaupun tempat Ka’bah, yaitu satu dataran yang tinggi dan menonjol dibandingkan dengan sekitarnya telah dikenal oleh para malaikat dan para nabi sebelum Ibrahim. Tempat yang tinggi dan menonjol inilah yang ditinggikan dan dimuliakan, sejak zaman dahulu sampai datangnya Nabi Ibrahim, yang kemudian membuat pondasi dan bangunannya bersama anaknya, Ismail.

Adapun riwayat yang menunjukkan bahwa sebelumnya Ka’bah telah dibangun, riwayat-riwayat tersebut hampir semuanya mauquf kepada para sahabat atau tabi’in, dan hanya diriwayatkan oleh pakar sejarah, seperti al Azraqiy, al Fakihaniy, dan sebagian ahli tafsir serta ahli hadits. Yang mereka itu tidak berpegang teguh dalam meriwayatkannya syarat-syarat keotentikannya. Ibnu Katsir, setelah memastikan bahwa orang pertama yang membangun Ka’bah adalah Ibrahim dan Ismail, maka dia berkata : "Tidak ada satupun riwayat yang sah dari al Ma’shum (Nabi) yang menjelaskan bahwa Ka’bah telah dibangun sebelum al Khalil (yaitu Ibrahim-Pen.)"[7]

Adapun Syuhbah, setelah merajihkan pendapat Ibnu Katsir tersebut, dia berkata : Apa yang telah kami rajihkan dan telah kami ambil sebagai pendapat kami, tidaklah bertentangan dengan riwayat yang mengatakan bahwa tidak ada seorang nabi pun kecuali telah berhaji ke Baitullah (Ka’bah). Dan riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad-nya dengan sanad kepada Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata :

حَجَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَلَمَّا أَتَى وَادِيْ عَسْفَانَ قَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ أَيُّ وَادٍ هَذَا؟ قَالَ هَذَا وَادِيْ عُسْفَانَ قَالَ لَقَدْ مَرَّ بِهَذَا نُوْحٌ وَ هُوْدٌ وَ إِبْرَاهِيْمُ عَلَى بَكْرَاتِ لَهُمْ حُمْرٍ خُطُمُهُمْ اللِّيْفُ وَ أُزُرُهُمْ العَبَاء وَ أَرْدِيَتُهُمْ النِّمَارُ يَحُجُّوْنَ الْبَيْتَ الْعَتِيْقَ

"Rasulullah telah berhaji. Ketika telah sampai di Wadi Asfan, beliau berkata : "Wahai, Abu Bakar. Wadi (lembah) apakah ini?" Abu Bakar menjawab,"Ini adalah Wadi Asfan," kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : "Sesungguhnya Nuh, Hud dan Ibrahim telah melewati wadi ini dengan mengendarai onta-onta merah mereka yang dikendalikan dengan tali kekang…… dan sarung-sarung mereka dari Aba’. Dan dengan selendang-selendang dari Nimar, mereka berhaji ke al Baitul-Atiq (Ka’bah)".

Begitu juga dengan yang telah dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dengan sanadnya kepada Ibnu 'Abbas yang berkata :

لَمَّا مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَادِي عُسْفَانَ حِينَ حَجَّ قَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَيُّ وَادٍ هَذَا قَالَ وَادِي عُسْفَانَ قَالَ لَقَدْ مَرَّ بِهِ هُودٌ وَصَالِحٌ عَلَى بَكَرَاتٍ حُمْرٍ خُطُمُهَا اللِّيفُ أُزُرُهُمْ الْعَبَاءُ وَأَرْدِيَتُهُمْ النِّمَارُ يُلَبُّونَ يَحُجُّونَ الْبَيْتَ الْعَتِيقَ

"Ketika Rasulullah melewati Wadi Asfan saat berhaji, beliau berkata : "Wahai, Abu Bakar. Wadi apakah ini?" Abu Bakar menjawab,”Ini adalah Wadi Asfan," kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata : "Sesungguhnya Hud dan Shalih telah melewati wadi ini dengan mengendarai onta-onta merah yang dikendalikan dengan tali kekang…… dan sarung-sarung mereka dari Aba'. Dan dengan selendang-selendang mereka dari Nimar, mereka bertalbiah dan berhaji ke al Baitul-Atiq (Ka’bah)".

Maksudnya adalah berhaji ke tempatnya, karena disana, di tempat yang dituju belum ada bangunannya.[8]

Nabi Ibrahim dengan dibantu oleh Nabi Isma'il, beliau memulai pembangunan Ka'bah dengan membuat tinggi Ka'bah menjadi 9 hasta, dan lebarnya 32 hasta dari rukun Aswad sampai rukun Syami, yang di sisinya terdapat Hijr Ismail. Beliau melebarkan antara rukun Syami dengan rukun Gharbi (Barat) menjadi 22 hasta, dan antara rukun Gharbi dengan rukun Yamani menjadi 31 hasta, serta antara rukun Yamani dengan rukun Aswad menjadi 20 hasta.

Penulis kitab Tarikhul Ka'bah al Mu'azhamah, Syaikh Husain Abdullah Basalamah menjelaskan, Nabi Ibrahim membuat dua pintu untuk Ka'bah dengan ukuran yang sama. Satu dari arah timur dekat Hajar Aswad, dan yang lainnya dari arah barat dekat rukun Yamani. Beliau juga membuat lubang di dalam Ka'bah. Yaitu di sebelah kanan orang yang masuk dari pintu timur yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta Ka'bah. Kala itu, Ka'bah belum diberi atap.[9]

5. Pembangunan oleh bangsa Amaliq dan Jurhum.
Sebagaimana hal ini telah dinukil oleh asy Syami dari riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ishaq bin Rahuyah dalam Musnad-nya, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan al Baihaqiy dalam ad Dala-il, dari Ali [10].

Imam as Suhailiy berkata,"Dikisahkan, pada zaman Jurhum, Ka’bah dibangun sekali atau dua kali karena banjir yang telah menghancurkan tembok Ka’bah. (Tetapi) ini bukan termasuk melakukan pembangunan, namun hanyalah perbaikan terhadap sesuatu yang diperlukan”.[11]

Ahli sejarah bersilang pendapat, di antara dua kabilah ini, manakah yang lebih dahulu membangun Ka'bah. Yang jelas, sejak zaman Ibrahim hingga Quraisy, Ka'bah dibangun dengan menggunakan tumpukan batu dan tanpa perekat tanah, atau yang lainnya [12].

6. Pembangunan oleh Qushaiy bin Kilab.
As Samiy[13] berkata : "Dinukil oleh az Zubair bin Bakar dalam kitab an Nasab, dan ditegaskan oleh Abu Ishaq al Mawardiy dalam al Ahkam as Sulthaniyah[14] yang menyatakan, orang pertama yang merenovasi bangunan Ka'bah dari kalangan Quraisy setelah Nabi Ibrahim adalah Qushaiy bin Kilab".

As Sakhawi mengatakan, Qushaiy mengumpulkan hartanya yang melimpah dan menghancurkan Ka'bah serta menambah tinggi Ka'bah menjadi 9 hasta dari yang telah dibangun pada zaman Nabi Ibrahim. Dia juga membuat atap Ka'bah dari kayu pohon ad-dum dan pelepah kurma, sehingga dialah orang pertama yang membuat atap Ka'bah, kemudian dibuka lagi hingga zaman Quraisy.[15]

7. Pembangunan oleh bangsa Quraisy.
Menurut ahli sejarah, pembangunan ini terjadi pada saat usia Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menginjak 35 tahun. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ikut serta dalam pembangunan ini dengan mengangkat batu-batu di atas pundaknya. Ketika sampai pada peletakkan Hajar Aswad, kaum Quraisy berselisih, siapa yang akan menaruhnya. Perselisihan ini nyaris menimbulkan pertumpahan darah, akan tetapi dapat diselesaikan dengan kesepakatan menunjuk seorang pengadil hakim yang memutuskan. Pilihan tersebut, ternyata jatuh pada diri Muhammad[16]

Keistimewaan bangunan Quraisy :
- Quraisy membangun Ka'bah sesuai dengan pondasi bangunan Nabi Ibrahim.
- Quraisy mengurangi lebar Ka'bah 6,5 (enam setengah) hasta dari arah Hijr Ismail, sebagaimana sekarang.
- Menambah ketinggian Ka'bah menjadi 18 hasta.
- Ka'bah dari sisi Hijr Ismail dijadikannya melingkar, sebagaimana pada pembangunan oleh Nabi Ibrahim.
- Quraisy membangun tembok pendek pada Hijr Ismail.
- Meninggikan letak pintu dari tanah dan memberikan daun pintu yang dapat dikunci.
- Menambah atap dan talang air (mizab) untuk mengatur pembuangan air dari atapnya dan dibuang ke arah Hijr Isma'il.
- Memasang enam tiang penyangga dalam dua barisan di dalam Ka'bah.
- Bahan yang dipakai untuk membangun tidak hanya susunan batuan saja, tetapi juga dengan menggunakan tanah sebagai perekat.
- Menghiasi atap dan tembok Ka'bah sebelah dalam, demikian pula dengan tiang-tiangnya. Mereka juga membuat gambar-gambar para nabi, malaikat dan pepohonan. Yang semua ini kemudian dihapus oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat Fathu Makkah.[17]

8. Pembangunan oleh 'Abdullah bin az Zubair, sebagaimana diriwayatkan oleh Syaikhani.[18]
Ketika Ibnu az Zubair berencana membangun Ka’bah yang hendak dikembalikan sesuai dengan asas dan bentuk sebagaimana yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail -sebelum adanya perubahan dari kaum Quraisy- maka beliau menyampaikan rencana ini kepada kaum Muslimin, yang akhirnya disetujui. Kaum Muslimin pun segera memulai pembangunan. Pertama, mereka menghancurkan bangunan Ka’bah yang ada sampai rata dengan tanah, lalu mencari pondasi Ka’bah yang telah dibuat oleh Nabi Ibrahim. Setelah menemukan, maka segera menegakkan tiang-tiang di sekitarnya dan menutupnya. Kemudian, mulailah mereka membangun dan meninggikan bangunan Ka’bah secara bersama-sama, serta menambah tiga hasta yang telah dikurangi kaum Quraisy, menambah tinggi Ka’bah sepuluh hasta, lalu membuat dua pintu dari arah timur dan barat. Satu untuk masuk, dan yang lain untuk keluar. Hal itu sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Syaikhani, yang berbunyi:

يَا عَائِشَةَ لَوْلاَ أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيْثُوْ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ لأَمَرْتُ بِالْبَيتِ فَهُدِمَ فَأَدْخَلْتُ فِيْهِ مَا أَخْرَجَ مِنْهُ وَ أَلْزَقْتُهُ بِالأَرْضِ وَ جَعَلْتُ لَهُ بَابًا شَرْقِيًّا وَ بَابًا غَرْبِيًّا فَبَلَغْتُ بِهِ أَسَاسَ إِبْرَاهِيْمَ

"Wahai, 'Aisyah. Kalau bukan karena kaummu baru lepas dari kejahiliyahan, sungguh aku ingin memerintahkan mereka menghancurkan Ka'bah lalu membangunnya, dan aku masukkan ke dalamnya apa yang telah dikeluarkan darinya, dan aku buat pintunya menempel dengan tanah, serta aku buatkan pintu timur dan barat, dan aku sesuaikan dengan pondasi Ibrahim". [Muttafaqun 'alaih] [19]

Al Azraqiy[20] dan Ibnu Hajar[21] menjelaskan, bahwa Nabi Ibrahim membangun Ka’bah setinggi 9 hasta, panjang 32 hasta dan lebar 22 hasta tanpa atap. Sedangkan as Suhailiy menjelaskan, bahwa tinggi Ka’bah adalah 9 hasta dari zaman Ismail, lalu ketika kaum Quraisy -sebelum Islam menambah 9 hasta, sehingga menjadi 18 hasta. Mereka meninggikan pintunya dari tanah, sehingga untuk menaikinya harus menggunakan tangga. Ketika Ibnu az Zubair membangunnya, dia menambah 9 hasta, sehingga menjadi 27 hasta hingga sekarang.[22]

Demikian juga Ibnu al Zubair membuat dua pintu yang menempel ke tanah dari arah timur dan barat, untuk masuk dan keluar. Tinggi pintunya 11 hasta.[23]

9. Pembangunan al Hajaj bin Yusuf ats Tsaqafiy atas perintah Khalifah Abdul Malik bin Marwan al Umawiy.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim (2/972/H 1333/402), pembangunan ini dilakukan, karena adanya keraguan Abdul Malik terhadap pendengaran Abdullah bin az Zubair, berkaitan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari 'Aisyah :

لَوْلاَ أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيْثُوْ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ –اَوْ قَالَ بِكُفْرٍ- لَهَدَمْتُهَا وَجَعَلْتُ لَهَا غَلَقًا وَ أَلْصَقْتُ بَابَهَا بِالأَرْضِ وَأَدْخَلْتُ فِيْهَا الْحِجْرُ

"Kalau bukan karena kaummu baru lepas dari kejahiliyahan –atau, kekufuran- sungguh aku akan menghancurkan Ka'bah, membuatkan untuknya pintu dan aku tempelkan pintunya ke tanah, serta aku masukkan Hijr Ismail padanya".

Akan tetapi, kemudian al Harits bin 'Abdullah bin Abi Rabi’ah menguatkan dan membenarkan pendengaran 'Abdullah bin az Zubair di hadapan Abdul Malik, sehingga menyebabkan Abdul Malik menyesal telah menghancurkan Ka’bah yang telah dibangun kembali oleh 'Abdullah bin az Zubair.

Juga diriwayatkan bahwa, Khalifah Harun ar Rasyid telah berencana untuk menghancurkan Ka’bah dan membangunnya kembali sebagaimana bangunan 'Abdullah bin az Zubair, akan tetapi Imam Malik bin Anas berkata kepadanya: “Aku bersumpah, demi Allah, wahai Amirul Mukminin, janganlah engkau menjadikan Ka’bah ini sebagai permainan para raja setelah engkau, sehingga tidaklah seseorang dari mereka yang ingin merubahnya, kecuali dia pun akan merubahnya, dan kemudian hilanglah kewibawaan Ka'bah dari hati kaum Muslimin,” lalu Khalifah Harun ar Rasyid pun menggagalkan rencana tersebut, sehingga Ka’bah masih tetap seperti itu sampai sekarang ini.[24]

10. Pembangunan oleh Sultan Murad IV.
Syaikh Muhammad Thahir al Kurdi mengatakan, yang memotivasi pembangunan oleh Sultan Murad IV, yaitu adanya hujan deras yang turun pada pagi hari Rabu 19 Sya'ban 1039H di Mekkah dan sekitarnya, yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga menyebabkan air masuk ke dalam Masjid al Haram hingga ketinggian 2 meter dari pegangan pintu Ka'bah. Kemudian, pada 'Ashar keesokan harinya, yaitu hari Kamis, dua sisi tembok bagian asy Syami (sebelah utara) Ka'bah runtuh, dan tertarik juga tembok timur sampai pintu Al Syaami dan tidak sisa kecuali itu dan tiang pintunya. Dari tembok barat tersisa seperenamnya. Dari sisi yang tampak ini, hanya sekitar dua per tiganya saja, serta sebagian atap yang sejajar dengan tembok asy Syami (utara) ikut roboh.

Syaikh Abdullah Al Ghazi Al Hindi Al Makki rahimahullah, seorang pakar sejarah, dia mengatakan dalam kitab tarikhnya, bahwa yang roboh dari sisi asy syami (utara) adalah yang dibangun oleh al Hajjaj ats Tsaqafi. Demikian juga, tangga ke atap Ka'bah ikut runtuh. Pernyataan ini sesuai benar dengan kenyataannya.

Kemudian Sultan Murad IV memerintahkan pembangunan Ka'bah dan dapat diselesaikan pada bulan Ramadhan 1040 H, sesuai dengan bentuk bangunan al Hajjaj ats Tsaqafi. Pembangunan Sultan Murad IV inilah yang terakhir, hingga sekarang ini.[25]

Demikian sejarah pembangunan Ka'bah yang disampaikan para ahli sejarah Islam. Mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan dan pengagungan kita terhadap Baitullah, al Haram dan kiblat kaum Muslimin yang agung ini. Wallahu a'lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun X/1427H/2006. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_________
Footnotes
[1]. Akhbaru Makkah, 1/ 2, dan lihat ss Suhailiy dalam Raudhul Unfi, 1/222-223, Ibnu Hajar dalam Fat-hul Bariy, 13/144 serta al Baihaqiy dalam ad Dala-il, 2/44.
[2]. Ad Dala-il, 2/45 dan lihat Fat-hul Bariy, 13/144.
[3]. As Sirah asy Syamiyah, 1/171. Penulisnya berkata,"Telah meriwayatkannya Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir ath Thabariy secara mauquf, dan al Azraqiy, Abu Syaikh dalam al Adzamah, dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas." Lihat pula Tafsir Ibnu Katsir, 1/259.
[4]. Akhbaru Makkah, 1/8.
[5]. As Sirah asy Syamiyah, 1/172
[6]. Raudhul-Unfi, 1/221.
[7]. Bidayah wan-Nihayah, 1/178.
[8]. As Sirah an-Nabawiyah fi Dhu'il-Qur'an was-Sunnah, 1/126.
[9]. Makalah al Ka'bah al Musyarafah Awalul-Bait Wadhi'a lin-Nas, Majalah Haji, Edisi 9 dan 10 Tahun 55 Rabiul Awal dan Rabi'u Tsani 1422H, halaman 35.
[10]. Subul-Huda wa Rasyad, 1/172.
[11]. Raudhul-Unfi, 1/222.
[12]. At Tarikhul-Qawim li Makkata wa Baitullah al Karim, Muhammad Thahir al Kurdi, Cetakan Pertama, 1420H, Darul-Khadir, Beirut, 3/18.
[13]. Subul-Huda wa Rasyad, 1/192.
[14]. Ibid, halaman 142.
[15]. Dinukil dari makalah al Ka'bah al Musyarafah Awalul-Bait Wadhi'a lin-Nas, Majalah Haji, Edisi 9 dan 10 Tahun 55 Rabiul Awal dan Rabi'u Tsani 1422H, halaman 35 dan 36.
[16]. Lihat Majalah As Sunnah, Edisi 03/Tahun X/1427H/2006M, Rubrik Sirah.
[17]. Dinukil dari At Tarikhul-Qawim li Makkata wa Baitullah al Karim, 3/40.
[18]. Subul-Huda wa Rasyad, 1/192.
[19]. As Sirah an-Nabawiyah fi Dhu'il-Mashadir, halaman 55.
[20]. Tarikh Makkah 1/64
[21]. Fat-hul Bari, … …
[22]. Raudhul-Unfi, 1/221
[23]. Lihat makalah al Ka'bah al Musyarafah Awalul-Bait Wadhi'a lin-Nas, halaman 37.
[24]. As Sirah an-Nabawiyah fi Dhu'il-Mashadir, halaman 53.
[25]. At Tarikhul-Qawim li Makkata wa Baitullah al Karim, 3/126-127.


Oleh Ustadz Abu Haris, Balaagh.“Muslim fundamentalism is at least as dangerous as Communism once was. Please do not underestimate this risk…at the conclusion of this age it is a serious threat, because it represents terrorism, religious fanaticism and exploitation of social and economic justice.” [A TV interview reported by Inter Press Service 18 February 1995]
Fundamentalisme Islam setidaknya sama berbahayanya dengan komunisme tempo dulu. Mohon jangan meremehkan resiko ini… Sebagai kesimpulan pada masa ini, fundamentalisme Islam adalah sebuah ancaman serius, karena merepresentasikan terorisme, fanatik keberagamaan, dan pengeksploitasian keadilan sosial dan ekonomi. (Sebuah wawancara TV yang direportasekan oleh Inter Press Service, 18 Pebruari 1995)
Itu adalah ucapan Willi Claes, mantan Sekjen Nato yang merefleksikan kekhawatiran (baca: ketakutan) Barat terhadap Islam dan kam Muslim. Jauh-jauh hari sebelum peristiwa 911 (peruntuhan gedung WTC pada 2001) Willi Claes telah menyamakan kaum Muslim yang berpegang teguh terhadap agamanya sebagai teroris, dan mewanti-wanti bahwa kaum Muslim fundamentalis –demikian dia menyebut kaum Muslim yang teguh kepada ajaran Islam- jauh lebih berbahaya dari pada pengikut komunis, karenanya jangan dianggap remeh!
Ketakutan terhadap Islam sudah ada sejak perang Salib meletus. Disusul dengan era penjajahan Barat atas negeri-negeri Muslim, hingga berakhirnya masa ke-Khilafahan Islam yang terakhir (tahun 1924 M). Selama kurun waktu itu pula terbentuk Islam phobi yang sengaja diciptakan Barat untuk mendiskreditkan kaum Muslim, mengisolir mereka, dan membuangnya sebagai sampah peradaban.
Jika dahulu kaum Muslim mereka cap dengan stempel terbelakang, barbar, tidak berpikiran maju/produktif, jorok, dan lain-lain; maka sekarang mereka memberi kaum Muslim –yang berpegang teguh dengan ajaran Islam- dengan label teroris, ekstremis, fundamentalis, dan sejenisnya.
Islamophobia adalah hasil samping dari benturan peradaban, antara peradaban Islam dan peradaban Barat. Barat menggunakan segala cara untuk memojokkan Islam dan kaum Muslim.
Peradaban Barat tidak akan mampu bertahan hidup di atas kakinya sendiri, kecuali dengan melakukan invasi, kolonisasi, eksploitasi, imperialisasi. Hanya dengan itu Barat bisa mereguk energi yang dimiliki bangsa-bangsa lain yang kaya, tanpa harus mengeluarkan ‘keringat’.
Peradaban Barat tidak mampu mencukupi kebutuhan akal dan hawa nafsu masyarakatnya yang hedonis-materialistis, sehingga imperialisme/penjajahan menjadi sesuatu yang niscaya bagi mereka, bahkan ciri khas dari ideologi kapitalisme. Peradaban Barat bagaikan benalu bagi umat manusia. Ia tidak bisa hidup, kecuali dengan mengganggu dan menggerogoti peradaban lain.
Karenanya tidak mengherankan, jika kita menyaksikan keberadaan peradaban Barat sepenjang sejarah umat manusia, hanya menyisakan penderitaan, kesengsaraan, kezhaliman. Amerika Serikat saja, selama periode seratus tahun terakhir, telah melakukan invasi lebih dari 100 kali ke negara-negara lain (lihat: Amerika, teroris berwajah manis; jurnal al-waie, no.7, Maret 2001). Tidak salah jika AS dan sekutunya dikategorikan sebagai trouble maker (si pembuat keonaran), karena dengan cara begitulah dia hidup.
Sementara, kaum Muslim sebagai sebuah peradaban juga berhak untuk hidup. Oleh karenanya wajar jika mereka berpegang teguh, mentaati ajaran agamanya, dan menjalankan seluruh perintah Allah Swt dan Rasul-Nya. Apabila negeri-negeri mereka diancam, diserang, dieksploitasi, dijajah; rakyat mereka disakiti, diusir, dianiaya, dibantai; rumah dan harta mereka hancur karena pendudukan Barat dan sekutunya; maka wajar pula jika mereka melawan, membalas dan mengusir musuh dari negeri-negeri mereka.
Hal itu dilakukan oleh kaum Muslim terhadap peradaban Barat yang menodai kesucian negeri-negeri kaum Muslim, mencoreng kehormatan Islam, dan secara terang-terangan menghina Islam dan kaum Muslim?
Sungguh sangat tragis, pada masa kita hidup sekarang ini, orang-orang yang memegang teguh agamanya, mengejar keridhaan Allah Swt dan konsisten mengikuti petunjuk dan manhaj Nabi saw, dihina dan dilecehkan dengan kata-kata menjijikkan, yaitu ‘Teroris’!
Sebaliknya, teroris sejati dielu-elukan bak pahlawan pembela kebenaran.
Begitulah yang terjadi saat ini, propaganda ‘war on terror’ yang diserukan AS beserta sekutunya, hakekatnya adalah perang melawan Islam dan kaum Muslim. Itu merupakan bagian dari sejarah panjang perang peradaban Barat terhadap peradaban Islam. Dengan propaganda tersebut AS berhasil ‘menyihir seluruh dunia’ guna mengikuti jejaknya, menciptakan ketakutan terhadap Islam; Islamophobia.
Propaganda perang melawan teror telah melupakan begitu saja invasi AS ke Afghanistan dan Irak. Seakan-akan pendudukan AS itu adalah sesuatu yang ringan. Barat sangat paham bahwa musuh terberatnya hanyalah Islam dan kaum Muslim. Untuk menghancurkannya Barat sendiri tidak akan mampu.
Oleh karena itu, Barat merangkul seluruh dunia, termasuk para penguasa Muslim yang menjadi kaki tangannya, kaum intelektual Muslim yang dibina oleh mereka, para ulama yang cinta kepada dunia dan tidak takut kepada Allah, dan mayoritas masyarakat manusia yang kondisinya bodoh sehingga mudah dibodohi; semuanya digalang untuk memojokkan Islam, mengasingkan orang-orang Islam yang memegang teguh ajarannya, dan menyingkirkan kaum Muslim yang melawannya.
Akibatnya, ajaran Islam menjadi sesuatu yang asing. Dan orang-orang yang mentaati Allah Swt dan mengikuti Sunnah Nabi-Nya bagaikan orang asing di hadapan masyarakatnya. Benarlah sabda Rasulullah saw:
Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali asing seperti semula. Maka berbahagialah orang-orang yang terasing. (HR. Muslim)

Banyak sekali hikmah dan fadhilah membaca shalawat.
Perintah dari Allah SWT dan anjuran untuk mendawamkan shalawat dari hadits dan para ulama tentu sja memiliki keutamaan tersendiri.

Untuk memotivasi diri pribadi khususnya dan orang islam lain pada umumnya untuk menggairahkan bershalawat kepada Rasulullah SAW, berikut ini beberapa fadhilah dan keutamaan membaca Shalawat.


  1. Melaksanakan perintah Allah SWT.
  2. Diangkat sepurluh derajat atas kedudukannya di sisi Allah SWT.
  3. Dituliskan bagi pembaca shalawat sepuluh kebaikan dan dihapuskan sepuluh kejelekan.
  4. Memperoleh limpahan rahmat dan kebajikan dari Allah SWT.
  5. Memperoleh kebajikan, mengangkat derajat, menghapus kejahatan, kesalahan dan dosa.
  6. Memperoleh pengakuan kesempurnaan iman bila membacanya 100 kali.
  7. Menjauhkan kerugian, penyesalam dan digolongkan ke dalam golongan orang-orang shaleh.
  8. Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  9. Memperoleh pahala seperti memerdekakan hamba sahaya.
  10. Memperoleh syafa'at dari Nabi Muhammad SAW.
  11. Memperoleh penyertaan dari malaikat rahmat.
  12. Memperoleh hubungan yang rapat dengan Nabi Muhammad SAW. Sebab jika seseprang bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW, maka shalawat dan salamnya disampaikan kepada Beliau.
  13. Membuka kesempatan berkomunikasi dengan Nabi SAW dalam keadaan terjaga.
  14. Menghilangkan kesusahan, kegundaham dan melapangkan rezeki.
  15. Melapangkan dada dan hati yang sempit bila seseorang membacanya 100 kali.
  16. Menghapuskan dosa bila seseorang membacanya 3 kali setiap hari.
  17. Menggantikan sedekah bagi orang-orang yang tidak mampu bersedekah.
  18. Melipatgandakan pahala yang diperoleh terutama bila seseorang banyak membaca shalawat di hari Jumat.
  19. Mendekatkan kedudukan kepada Rasulullah SAW di Hari Kiamat.
  20. Menjadikan sebab doa kita diterima dan dikabulkan Allah SWT.
  21. Melepaskan diri dari kebingungan di Hari Kiamat.
  22. Memenuhi stu hak Rasulullah SAW atau memenuhi suatu ibadah yang diwajibkan Nabi SAW kepada umatnya.
  23. Dipandang sebagai seseorang yang mencintai Rasulullah SAW.
  24. Dikabulkan segala hajat atau kebutuhannya.
  25. Membuat orang yang membacanya menjadi ingat atas segala hal yang dilupakannya.
  26. Menghilangkan perasaan pelit.
  27. Menyelamatkan pembacanya dari kejahatan orang yang mendoakan keburukan baginya.
  28. mengundang keberkahan.
Begitu banyaknya khasiat membaca shalawat untuk Baginda Rasulullah SAW, jadi tunggu apalagi, mari kita bersama-sama mendawamkan / melanggengkan / rutin membacanya setiap hari dan sebanyak mungkin bahkan sebelum berdoa, sebelum tidur dan sebelum berkatifitas lainnya.

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget