Articles by "Potret"


Sungguh tidak terbanyangkan betapa buruknya wajah dunia pendidikan di Indonesia. Lihat saja perilaku anak-anak SMU/SMK yang berhasil lulus ujian nasional, mereka mengalami euforia/ kegembiraan yang berlebihan. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka merayakan lulus ujian nasional dengan mencoret-coret baju sekolah, berkonvoi dijalan yang bukan saja membahayakan keselamatan mereka (karena sering tidak memakai helm dan melanggar rambu-rambu lalulintas) tetapi juga mengganggu lalulintas. Sehingga tidak jarang pak polisi harus turun tangan dan bahkan ada yang dikawal polisi saat konvoi (padahal polisi punya banyak tugas lain yang lebih penting).

Tetapi ada berita yang lebih membuat tercengang tentang perilaku anak SMU/SMK dalam merayakan kelulusan mereka. Ditengarai banyak anak SMU/SMK/MA merayakan kelulusan dengan berhubungan intim. Woooow kalau hal ini benar sungguh sangat memalukan dan harus dipertanyakan kualitas pendidikan kita.

Kecurigaan bahwa banyak anak-anak SMU/SMK/MA merayakan kelulusan ujian nasional dengan berhubungan intim diketahui dari adanya peningkatan penjualan kondom dibeberapa apotik di kota Malang sehari sebelum pengumuman ujian nasional. Seperti yang dikutip dari kompas.com, bahwa sejak minggu (15/5/2011), menjelang pengumuman kelulusan siswa SMA/SMK/MA, pembelian kondom di beberapa apotek di Kota Malang meningkat, dan mayoritas pembelinya adalah anak muda.


Perilaku anak SMU/SMK/MA ini ternyata bukan hal yang baru karena menurut penuturan pemilik apotik di Kota Malang pembelian kondom oleh anak-anak muda selalu mengalami peningkatan setiap menjelang pengumuman ujian nasional /kelulusan.

Sudah bisa ditebak jika anak-anak muda membeli kondom pasti digunakan untuk berhubungan intim dan bukan untuk ditiup jadi balon he..he..

Kebiasaan anak SMU/SMK/MA dalam merayakan kelulusan dengan berhubungan intim juga diakui oleh salah seorang siswa bernama Recky seperti yang dikutip dari kompas.com, bahwa beberapa siswa memang merayakan kelulusan dengan berhubungan intim bersama pacarnya. Menurut Recky, lokasi favorit untuk merayakan kelulusan adalah di Kota Batu karena di kota wisata tersebut banyak vila.

Merayakan sebuah keberhasilan memang wajar dilakukan, tetapi jika dilakukan dengan cara-cara yang kurang baik apalagi sampai membahayakan diri sungguh sebuah tindakan kurang terpuji. Apalagi mereka merayakannya dengan berhubungan intim sungguh perilaku yang berlebihan untuk merayakan kelulusan. Mereka (anak SMU/SMK/MA) seharusnya sadar bahwa perjalanan mereka masih sangat panjang untuk mencapai sebuah kesuksesan.




umlah perokok di Indonesia rupanya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masyarakat Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai konsumen rokok terbesar di dunia.

Hal tersebut diungkapkan oleh kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Adang Bactiar, mengutip data dari WHO. "Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Cina dan India, di atas Rusia dan Amerika," katanya seperti yang dilansir Gatra (12/06/2012)

Dalam deklarasi Koalisi Profesi Kesehatan Anti Rokok di Jakarta, Kamis pekan lalu, Adang menyebutkan bahwa 4,8 persen dari 1,3 milyar perokok di dunia berasal dari Indonesia.

Jumlah perokok di Indonesia, menurut dia, juga diperkirakan terus meningkat karena konsumsi rokok remaja laki-laki yang tahun 1995 hanya 13,7 persen naik menjadi 37,3 persen tahun 2007.

Perokok wanita jumlahnya juga meningkat dari 0,3 persen pada tahun 1995 menjadi 1,6 persen tahun 2007.

Melihat kondisi tersebut, kata dia, enam koalisi profesi kesehatan anti rokok akan memulai usaha menekan dampak penggunaan tembakau terhadap kesehatan dengan menerapkan kawasan bebas rokok di setiap kegiatan dan fasilitas organisasi profesi.

"Visi kami adalah Indonesia Bebas Rokok tahun 2025," tambahnya.

Sebelumnya hal yang sama juga pernah diutarakan oleh Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Farid Anfasa Moeloek dalam aksi damai memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun 2011 silam yang dilansir oleh harian JPNN.

Kenaikan tertinggi sebesar 4 kali lipat terjadi pada kelompok umum 5-9 tahun, sedangkan peningkatan pada kelompok 15-19 tahun adalah 144 persen selama periode 1994-2004. Dari penelitian Universitas Hamka dan Komnas Anak di tahun 2007, menunjukkan hampir semua anak (99,7 persen) melihat iklan rokok di televisi dan 68,2 persen memiliki kesan positif terhadap iklan rokok, serta 50 persen remaja perokok lebih percaya diri seperti dicitrakan iklan rokok.




img
(Foto: Thinkstock)

Jakarta, Kemiskinan, akses gizi yang buruk dan kondisi lingkungan yang tidak bersih sangat mempengaruhi kesehatan anak-anak. Anak-anak miskin pun selalu dibayang-bayangi kesulitan mendapatkan makanan sehingga mudah terserang penyakit. Diantara sekian banyak penyakit yang mengintai anak-anak miskin, dua penyakit yang berada di posisi teratas adalah pneumonia dan diare.

UNICEF pun menyatakan bahwa kedua penyakit ini telah membunuh lebih dari dua juta anak-anak setiap tahunnya dan menyebabkan 29 persen kasus kematian anak di bawah 5 tahun di seluruh dunia.

Laporan itu mendesak 75 negara dengan tingkat kematian tertinggi untuk mengobati anak-anak miskin yang menderita diare dan pneumonia dengan apa yang disebut "pendekatan ekuitas". Pendekatan ini menekankan adanya persamaan perlakuan terhadap keluarga miskin dengan keluarga menengah ke atas dalam hal akses kesehatan yaitu sebesar 20 persen.

Intervensi utamanya meliputi vaksinasi untuk mengatasi penyebab utama pneumonia dan diare, mendorong gerakan menyusui bayi, meningkatkan akses air bersih dan sanitasi serta menawarkan solusi antibiotik untuk pneumonia dan rehidrasi bagi anak-anak penderita diare.

Separuh dari jumlah kematian anak-anak di dunia yang diakibatkan diare atau pneumonia terjadi di lima negara yaitu India, Nigeria, Republik Demokratis Kongo, Pakistan dan Etiopia, ungkap laporan tersebut.

Meski ada kemajuan dalam pemberian vaksin virus Hemophilus influenza tipe B serta vaksin konjugasi pneumokokus dan vaksin rotavirus di negara-negara miskin, namun upaya lebih lanjut masih diperlukan, katanya seperti dilansir dari AFP, Senin (11/6/2012).

Menurut laporan tersebut, air dan sanitasi merupakan rintangan utamanya. Di seluruh dunia 783 juta orang tidak menggunakan sumber air minum yang baik, bahkan 2,5 miliar orang tidak menggunakan fasilitas sanitasi.

"Hampir 90 persen kematian akibat diare di seluruh dunia telah dikaitkan dengan kondisi air yang buruk dan tidak aman bagi kesehatan, sanitasi yang tidak memadai dan kebersihan yang buruk," kata laporan itu.

"Terlepas dari berbagai intervensi yang dipaparkan sebelumnya, mencuci tangan dengan air dan sabun secara khusus merupakan salah satu intervensi yang biayanya paling efektif untuk mengurangi tingkat kejadian pneumonia dan diare pada anak-anak."

Pneumonia bertanggung jawab terhadap 18 persen kasus kematian anak-anak di seluruh dunia setiap tahunnya sedangkan diare menjadi penyebab 11 persen kasus kematian pada anak-anak. Selain itu, AIDS dan malaria juga ikut memberi andil dengan masing-masing 2 dan 7 persen.

RIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz menyatakan, fakta menunjukkan bahwa rumah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat miskin yang tidak layak huni angkanya telah mencapai 4,8 juta unit rumah.
Kebanyakan dari mereka tinggal di daerah permukiman kumuh yang luasnya mencapai 57.800 hektar tersebar di seluruh Indonesia.
"Rumah kumuh seluas 57.800 hektar tersebar di Indonesia. Mereka sebagian tidak memiliki jamban, tidak terlayani air bersih dan belum dialiri listrik. Sedangkan dari aspek hukum tanah tempat berdirinya rumah tersebut juga belum memiliki sertifikat tanda bukti hak atas tanah," ujar Djan Faridz di kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Rabu (16/5/2012).
Menurut data BPS, kata Menpera Djan Faridz, setidaknya ada 15 kriteria masyarakat miskin yang perlu mendapat bantuan dari pemerintah. Dari 15 kriteria tersebut, tujuh di antaranya dapat dilihat dari indikator rumah dan sarana pendukungnya.
Ketujuh kriteria tersebut antara lain rumah berlantai tanah, rumah beratap rumbia, alang-alang, rumah berdinding bambu, rumbia dan tanpa jendela, rumah tidak dialiri listrik, tidak memiliki WC, serta tidak memiliki sumber air minum yang bersih.
Kriteria lainnya dilihat dari indikator keluarga yaitu kemampuan membeli pakaian hanya satu stel per tahun, makan hanya satu sampai dua kali sehari, makan makanan bergizi hanya satu kali seminggu, serta tidak memiliki akses berobat ke Puskesmas, tingkat pendidikan sampai SD, penghasilan kurang dari Rp 600.000 per bulan, memiliki aset kurang dari Rp 500.000 dan tidak mudah dicairkan serta memasak dengan menggunakan kayu, arang atau minyak tanah.
"Masyarakat miskin inilah yang menjadi sasaran penanganan pemerintah melalui program perumahan swadaya dengan kegiatan peningkatan kualitas rumah tidak layak huni," harapnya.

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget